Oleh : Resti Akmalina
Luka ulkus masih menjadi alasan
nomor satu penderita diabetes untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Dalam
sejumlah kasus, buruknya kendali kadar gula darah tidak hanya mengarah pada
terjadinya luka, tapi juga memicu infeksi dengan konsekuensi yang lebih serius,
yaitu amputasi. Kasus amputasi pada penyandang diabetes 15 kali lebih besar
daripada yang tidak memiliki penyakit diabetes.
Dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan, diperkirakan angka kematian akibat adanya ulkus atau gangren pada
penyandang diabetes mencapai 15%, dengan angka amputasinya mencapai 14-24%. Faktor
risiko kaki diabetes dan amputasi adalah laki-laki, mengidap diabetes lebih
dari 10 tahun, neuropathy perifer, kelainan struktur kaki, penyakit arteri
perifer, merokok, riwayat amputasi sebelumnya, gula darah yang tidak
terkontrol.
Perawatan luka ulkus membutuhkan
biaya besar. Walaupun beberapa asuransi menanggungnya, namun terkadang biaya
yang dikeluarkan melebihi tanggungan. Seperti misalnya rawat inap, dimana
asuransi hanya menanggung 10 hari, sedangkan rata-rata pasien dengan luka ulkus
harus dirawat selama 22-36 hari, belum lagi dengan resiko amputasi,
kemudian ada biaya sosial amputasi yang harus dipertimbangkan. Sebagian besar
pasien gagal untuk mempertahankan hidup yang produktif karena mereka tidak bisa
lagi mempertahankan pekerjaan.
Kaki diabetik terjadi akibat kendali
kadar gula darah yang buruk. Kendali kadar gula darah yang buruk memicu kerusakan saraf dan pembuluh darah.
Saraf yang rusak membuat penderita diabetes tidak bisa merasakan sensasi sakit,
panas, atau dingin, sehingga luka di kaki menjadi semakin parah. Kondisi ini
disebut dengan neuropati, yang disebabkan oleh kerusakan saraf perifer (motorik
dan serabut sensoris) dan otonom. Pasien yang mengalami masalah tersebut
(disfungsi saraf perifer) bisa mengalami trauma sendi, dan tanpa sadar melukai
diri sendiri berulang kali. Sedangkan disfungsi saraf otonom menyebabkan
keringat menurun. Kekeringan ini mengakibatkan celah dan retak pada kulit kaki
sehingga memungkinkan terjadinya infeksi.
Oksigen adalah suatu
gas yang merupakan unsur vital dalam proses metabolisme seluruh sel tubuh.
Adanya kekurangan oksigen, dapat menyebabkan kematian jaringan dan mengancam
kehidupan seseorang. Tetapi tidak banyak orang yang tahu, selain dalam proses
pernafasan dan metabolisme, oksigen juga memiliki peran dalam pembentukan
kolagen dan perbaikan jaringan sehingga pemberian oksigen yang tepat dapat
membantu dalam proses penyembuhan luka maupun dalam proses anti penuaan.
Terapi oksigen
hiperbarik (HBOT = Hyperbaric Oxygen Therapy) merupakan suatu bentuk terapi
dengan cara memberikan 100% oksigen kepada pasien dalam suatu hyperbaric
chamber/ ruangan hiperbarik yaitu suatu ruangan yang memiliki tekanan lebih
dari udara atmosfir normal (1 atm atau 760 mmHg). Dalam kondisi normal, oksigen
dibawa oleh sel darah merah ke seluruh tubuh. Tekanan udara yang tinggi, akan
menyebabkan jumlah oksigen yang dibawa oleh sel darah merah meningkat hingga
400%.
Terapi oksigen hiperbarik memberikan
manfaat fisiologis untuk pasien dengan luka ulkus antara lain: peningkatan
oksigenasi pada daerah yang luka dan terancam luka, membangkitkan jaringan
granulasi, membunuh organisme dan meningkatkan fagositosis. Tekanan pada terapi
hiperbarik bermanfaat untuk meningkatkan penetrasi antibiotik, meningkatkan
produksi kolagen fibroblast untuk mendukung angiogenesis kapiler sehingga
mempercepat penyembuhan luka. Terapi oksigen hiperbarik memberikan efek
bakteriostatik langsung pada mikroorganisme anaerobik.
Gambar 1. Proses Penyembuhan Luka Ulkus Diabetikum
Dengan Terapi Oksigen Hiperbarik
Penelitian juga menunjukkan bahwa
HBOT memangkas setengah biaya perawatan untuk luka ulkus, dan efektif mencegah
amputasi. Menghindari biaya rehabilitasi dan penghematan tambahan yang
dibutuhkan dalam mencegah re-amputasi atau revisi tunggul merupakan manfaat
tambahan. Tindak lanjut dari pasien ini selama satu hingga enam tahun
(rata-rata 30 bulan) telah menunjukkan daya tahan 92 persen. Artinya, pasien
mampu berjalan tanpa lesi atau masalah lebih lanjut.
Rujukan
:
Kasper,
Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson.
Diabetes mellitus. Harrison’s principles of internal Medicine. 16nd
ed. New York; Mc Grawn Hill; 2005 p. 2168-9.
Sudoyo
AW, Setiohady B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Kaki Diabetik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2006 p.1911-15.
Heyneman CA,
Liday CL. Using Hyperbaric Oxigen to
Treat Diabetic Foot Ulcer. Critical Care Nurse 2002; 22; 52-8.
Mksih gan infonya, sangat membantu pembuatan makalah ane gan.. thx
BalasHapus