Oleh
: Suliati, S.Si
Penyakit tuberkulosis merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Survei Kesehatan Rumah Kesehatan (SKRT) prevalensi TB menduduki
peringkat ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernafasan dan nomer satu dari semua golongan penyakit infeksi (Depkes RI, 2002).
Adanya peningkatan insiden TB koinfeksi HIV dapat meningkatkan kesulitan
pengobatan. Demikian pula dengan masalah dalam peningkatan resistensi obat
antituberkulosis (OAT).
Peningkatan insiden TB, TB koinfeksi HIV, maupun TB
resisten OAT, yang dapat mengakibatkan terjadinya resiko penularan, dan juga
menjadi kendala pengendalian TB (Kim SJ, 1998). Diagnosis Tuberkulosis (TB)
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sputum secara mikroskopis langsung dengan
metode sputum tiga kali, sewaktu, pagi, sewaktu (SPS). Pada kasus kronik atau
gagal pengobatan yang dilakukan adalah dengan metode diagnosis konfirmatif TB
melalui pemeriksaan kultur.
Gambar 1. Bakteri Tuberkulosis
Pada saat ini telah berkembang metode kultur yang lebih
akurat dan sensitif, salah satunya adalah Kultur Bifasik Agar-Darah. Selain
metode tersebut masih terdapat metode kultur yang lain seperti Kultur
Lowenstein-Jensen (L-J) dan Mycobacteria Growth Indikator Tube (MGIT). Kultur
Bifasik Agar-Darah merupakan modifikasi media nutrien agar yang mengandung
serum ditambahkan darah manusia yang diperoleh dari Palang Merah Indonesia
(PMI), karena banyak mengandung zat besi dan albumin, serta dengan penambahan
penisilin 100 units/ml, untuk tujuan menghambat mikroba kontaminan non Mycobacterium. Media cair yang berupa
darah diharapkan mirip dengan kondisi invivo pada jaringan parenkim paru yang
juga kaya akan zat besi dan albumin dan nutrisi lainnya. Dengan demikian
diharapkan media bifasik agar darah, mempercepat pertumbuhan Mycobacterium
tuberculosis secara optimal, sehingga mudah dilakukan identifikasi. Kelebihan
dari metode pemeriksaan kultur bifasik agar darah adalah dapat mendeteksi
adanya koloni bakteri Mycobacterium tuberculosis dari sampel sputum BTA positif
(1+) pada pengamatan hari ketujuh maupun ketiga. Sedangkan pada metode
pemeriksaan kultur yang lain seperti metode kultur Lowenstein-Jensen tidak
ditemukan pertumbuhan sampai Mycobacterium tuberculosis sampai hari ketujuh.
Rujukan
:
Belisle,
Braunstein, M., Rosenkrands, I., and Andersen P. 2005. The Proteone of Mycobacterium Tuberculosis in Cole ST, Eisenach KD,
Murray DN, Jacobs WR. Tuberculosis chapter 16 hlm 235.
Departemen
Kesehatan RI, 2002. Pedoman
Penanggulangan TBC cetakan ke 8. Jakarta. hlm. 1-3.
Dzen,
S.M., Roskistiningsih, Sanarto, S., Sri, W. 2003. Bakteriologi Medik, FK UB. hlm. 293.
Kim,
S.J. 1998. Laboratory Services in
Tuberculosis Control. hlm. 11.
www.google.images.com
menambah ilmu pengetahuan bos,HIDUP KESEHATAN !!!
BalasHapuswoooww informasi yang aku cari..cariiii..
BalasHapusMantap Gan infonya sangat membantu..
Waaah.... keren2 tulisannya :)
BalasHapusSemangat nulisnya!!