Selasa, 04 Juni 2013

KULTUR BIFASIK AGAR-DARAH SEBAGAI ALTERNATIF METODE CEPAT DAN SENSITIF UNTUK DETEKSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS

Oleh : Suliati, S.Si


            Penyakit tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat. Survei Kesehatan Rumah Kesehatan (SKRT) prevalensi TB menduduki peringkat ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan dan nomer satu dari semua golongan penyakit infeksi (Depkes RI, 2002). Adanya peningkatan insiden TB koinfeksi HIV dapat meningkatkan kesulitan pengobatan. Demikian pula dengan masalah dalam peningkatan resistensi obat antituberkulosis (OAT).

            Peningkatan insiden TB, TB koinfeksi HIV, maupun TB resisten OAT, yang dapat mengakibatkan terjadinya resiko penularan, dan juga menjadi kendala pengendalian TB (Kim SJ, 1998). Diagnosis Tuberkulosis (TB) ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sputum secara mikroskopis langsung dengan metode sputum tiga kali, sewaktu, pagi, sewaktu (SPS). Pada kasus kronik atau gagal pengobatan yang dilakukan adalah dengan metode diagnosis konfirmatif TB melalui pemeriksaan kultur.

Gambar 1. Bakteri Tuberkulosis


            Pada saat ini telah berkembang metode kultur yang lebih akurat dan sensitif, salah satunya adalah Kultur Bifasik Agar-Darah. Selain metode tersebut masih terdapat metode kultur yang lain seperti Kultur Lowenstein-Jensen (L-J) dan Mycobacteria Growth Indikator Tube (MGIT). Kultur Bifasik Agar-Darah merupakan modifikasi media nutrien agar yang mengandung serum ditambahkan darah manusia yang diperoleh dari Palang Merah Indonesia (PMI), karena banyak mengandung zat besi dan albumin, serta dengan penambahan penisilin 100 units/ml, untuk tujuan menghambat mikroba kontaminan non Mycobacterium. Media cair yang berupa darah diharapkan mirip dengan kondisi invivo pada jaringan parenkim paru yang juga kaya akan zat besi dan albumin dan nutrisi lainnya. Dengan demikian diharapkan media bifasik agar darah, mempercepat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis secara optimal, sehingga mudah dilakukan identifikasi. Kelebihan dari metode pemeriksaan kultur bifasik agar darah adalah dapat mendeteksi adanya koloni bakteri Mycobacterium tuberculosis dari sampel sputum BTA positif (1+) pada pengamatan hari ketujuh maupun ketiga. Sedangkan pada metode pemeriksaan kultur yang lain seperti metode kultur Lowenstein-Jensen tidak ditemukan pertumbuhan sampai Mycobacterium tuberculosis sampai hari ketujuh.






Rujukan :
Belisle, Braunstein, M., Rosenkrands, I., and Andersen P. 2005. The Proteone of Mycobacterium Tuberculosis in Cole ST, Eisenach KD, Murray DN, Jacobs WR. Tuberculosis chapter 16 hlm 235.
Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Penanggulangan TBC cetakan ke 8. Jakarta. hlm. 1-3.
Dzen, S.M., Roskistiningsih, Sanarto, S., Sri, W. 2003. Bakteriologi Medik, FK UB. hlm. 293.
Kim, S.J. 1998. Laboratory Services in Tuberculosis Control. hlm. 11.
www.google.images.com

3 komentar:

  1. menambah ilmu pengetahuan bos,HIDUP KESEHATAN !!!

    BalasHapus
  2. woooww informasi yang aku cari..cariiii..

    Mantap Gan infonya sangat membantu..

    BalasHapus
  3. Waaah.... keren2 tulisannya :)
    Semangat nulisnya!!

    BalasHapus